Benthik Sebagai Bioindikator Perairan

02/12/2009 13:00

  1. I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia. Walaupun fenomena alam seperti gunung berapi, badai, gempa bumi dll juga mengakibatkan perubahan yang besar terhadap kualitas air, hal ini tidak dianggap sebagai pencemaran. Pencemaran air dapat disebabkan oleh berbagai hal dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda.

Seperti diketahui, Sungai Serayu merupakan salah satu sungai terbesar di Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di Karisidenan Banyumassungai dengan panjang 3.719 km dengan luas 360,639 ha dan terdapat delapan anak sungai, terletak di kabupaten Wonosobo merupakan bagian hulu sungai yang melewati daerah yang berbeda-beda. Mengetahui tingkat pencemaran dengan menggunakan bentik sebagai bioindikator air di sungai ini merupakan suatu usaha yang sangat penting dimana sungai ini dimanfaatkan oleh begitu banyak manusia dan bagi habitat hewan dan tumbuhan akuatik didalamnya.

Laporan Bentik sebagai Bioindikator merupakan hasil penelitian dn pengamatan mahasiswa jurusan Perikanan dan Kelautan’09 Unsoed yang dilakukan di sepanjang sungai Serayu. Laporan ini membahas hewan-hewan makroinvertebrata yang hidup di dasar perairan (benthik) sungai hulu hingga hilir dan membandingkan hewan-hewan tersebut apakah termasuk bioindikator (bioindikator perairan tercemar atau bersih) dalam suatu perairan tawar, sungai Serayu.

Pengkajian kualitas perairan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan analisis fisika dan kimia air serta analisis biologi. Untuk perairan yang dinamis, analisa fisika dan kimia air kurang memberikan gambaran sesungguhnya kualitas perairan, dan dapat memberikan penyimpangan-penyimpangan yang kurang menguntungkan, karena kisaran nilai-nilai peubahnya sangat dipengaruhi keadaaan sesaat. Bourdeau and Tresshow (1978) dalam Butler (1978) menyatakan bahwa dalam lingkungan yang dinamis, analisis biologi khususnya analisis struktur komunitas hewan bentos, dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kualitas perairan.

I.2. Tujuan

Tujuan dai prktikum ini adalah untuk mengetahui peran hewan benthik sebagai bioindikator perairan air sungai Serayu. Dengan melakukan penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengetahui penyebab pencemaran air sungai, mengetahui kualitas air sungai dengan hewan-hewan bentik, dan dapat menghimbau masyarakat  tentang bahayanya pencemaran air sungai melalui penelitian hewan bentik yang dapat dijadikan bioindikator perairan.

 

  1. II. MATERI DAN METODE

2.1 MATERI

Materi dalam praktikum ini adalah jala surber yang digunakan untuk mengambil beberapa sampel bentik dari beberapa stasiun.

2.2 METODE

Metode yang digunakan adalah pertama-tama jala surber dipasang melawan arus pada bagian sungai yang kedalamnya ± 0.5 m. Batuan yang berada di daerah luasan jala diusap-usap dengan tangan dan dilakukan di muka jala agar hewan masuk ke jala. Batu yang yang sudah diusap-usap dikeluarkan dari kotak jala.

  • Batu yang sudah tidak ada, dilakukan pengadukan substrat dengan menggunakan tangan

  • Dilakukan pengambilan sampel pada bagian tepi kiri-tengah dan tepi kanan.

  • Makrobentos yang didapat, dibersihkan dari bahan-bahan lain, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik, dan diberi label.

Metode yang kedua adalah dengan cara kick sampler. Dilakukan pengambilan 1 sampel dengan cara mengaduk substrat dengan kaki tepat di muka Kick Sampler. Kami berjalan sepanjang 5 meter melawan arus dan bukaan sampel menghadap arus. Sampel yang didapat dimasukan ke dalam plastik dan diberi label.

2.3. WAKTU DAN TEMPAT

Praktikum dilaksanakan pada tanggal 5-6 November 2009. Mulai pukul 07.00 WIB sampai selesai di Sungai Somagede yang terletak di kabupaten Banjarnegara. Sedangkan identifikasi dilakukan di Laboratorium JPK kampus lama tanggal 9 November 2009.
 

III. TINJAUAN PUSTAKA

Terjadinya penurunan kualitas serta perusakan keseimbangan lingkungan hidup antara lain disebabkan pencemaran air limbah yang berasal dari rumah tangga maupun industri. Pengkajian kualitas perairan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan analisis fisika dan kimia air serta analisis biologi. Untuk perairan yang dinamis, analisis fisika dan kimia air kurang memberikan gambaran sesungguhnya akan kualitas perairan, sedangkan analisis biologi khususnya analisis struktur komunitas hewan bentos, dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kualitas perairan. Hewan bentos hidup relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Diantara hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk dalam makrozoobentos (Pradinda,2008)

Zoobentos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada di dasar perairan, baik yang sesil, merayap maupun menggali lubang (Kendeigh, 1980; Odum 1993; Rosenberg dan Resh, 1993). Hewan ini memegang beberapa peran penting dalam perairan seperti dalam proses dekomposisi dan mineralisasi material organik yang memasuki perairan (Lind, 1985), serta menduduki beberapa tingkatan trofik dalam rantai makanan (Odum, 1993).

Zoobentos membantu mempercepat proses dekomposisi materi organik. Hewan bentos, terutama yang bersifat herbivor dan detritivor, dapat menghancurkan makrofit akuatik yang hidup maupun yang mati dan serasah yang masuk ke dalam perairan menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, sehingga mempermudah mikroba untuk menguraikannya menjadi nutrien bagi produsen perairan.

Berbagai jenis zoobentos ada yang berperan sebagai konsumen primer dan ada pula yang berperan sebagai konsumen sekunder atau konsumen yang menempati tempat yang lebih tinggi. Pada umumnya, zoobentos merupakan makanan alami bagi ikan-ikan pemakan di dasar ("bottom feeder") (Pennak, 1978; Tudorancea, Green dan Hubner, 1978).

Berdasarkan ukurannya, zoobentos dapat digolongkan ke dalam kelompok zoobentos mikroskopik atau mikrozoobentos dan zoobentos makroskopik yang disebut juga dengan makrozoobentos. Menurut Cummins (1975), makrozoobentos dapat mencapai ukuran tubuh sekurang-kurangnya 3 - 5 mm pada saat pertumbuhan maksimum. APHA (1992) menyatakan bahwa makrozoobentos dapat ditahan dengan saringan No. 30 Standar Amerika. Selanjutnya Slack et all. (1973) dalam Rosenberg and Resh (1993) menyatakan bahwa makrozoobentos merupakan organisme yang tertahan pada saringan yang berukuran besar dan sama dengan 200 sampai 500 mikrometer.

Yang dimaksud dengan bioindikator adalah kelompok atau komunitas organisme yang keberadaannya atau perilakunya di alam berhubungan dengan kondisi lingkungan apabila terjadi perubahan kualitas air maka akan berpengaruh terhadap keberadaaan dan perilaku organisme tersebut, sehingga dapat digunakan sebagai penunjuk kualitas lingkungan (Triadmodjo,2008)
Jenis ideal yang dapat digunakan sebagai bioindikator adalah organisme akuatik yang tidak memiliki tulang belakang (makroinvertebrata). Makroinvertebrata air terdiri dari larva Plecoptera (stonefly), larva Trichoptera (kutu air), larva Ephemeroptera (kumbang perahu), Platyhelminthes (cacing pipih), larva odonanta (capung), Crustaceae (udang-udangan), Mollusca (siput dan kerang) larva Hemiptera (kepik), Coleoptera (kumbang air), hirudinea (lintah), Oligochaeta (cacing), dan larva Diptera (Nyamuk, lalat).
Makroinvertebrata ini lebih banyak dipakai dalam pemantauan kualitas air karena memenuhi beberapa kriteria dibawah ini :
1. Sifat hidupnya yang relatif menetap/tidak berpindah -pindah, meskipun
kualitas air tidak mengalami perubahan
2. Dapat dijumpai pada beberapa zona habitat akuatik, dengan berbagai kondisi
kualitas air
3. Masa hidupnya cukup lama, sehingga keberadaannya memungkinkan untuk merekam
kualitas lingkungan di sekitarnya
4. Terdiri atas beberapa jenis yang memberi respon berbeda terhadap kualitas
air.
5. Relatif lebih mudah untuk dikenali dibandingkan dengan jenis mikroorganisme
6. Mudah dalam pengumpulan/pengambilannya, karean hanya dibuthkan alat yang
sederhana yang dapat dibuat sendiri.
Makroinvertebrata ini menempati beberapa daerah yang dipengaruhi oleh cahaya
matahari. Sehingga beberapa jenis bioindikator sangat sensitif terhadap
perubahan.

Zona air deras dihuni oleh bentos yang beradaptasi khusus atau organisme perifitik yang dapat melekat atau berpegangan dengan kuat pada dasar yang padat oleh ikan yang kuat berenang “darter”.(Odum, 1993)

Bentos hidupnya relaif menetap, sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Dengan sifat yang demikian perubahan-perubahan kualitas air dan substrat tempat hidupnya sangat dipengaruhi oleh komposisi maupun kelimpahannya. Kelompok hewan tersebut dapat lebih mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu. Karena hewan bentos terus menerus terdedah oleh air yang kualitasnya berubah-ubah.

Via-Norton, A. Maher and D. Hoffman. (2002) berdasarkan kualitas perairan, khususnya perairan tawar, dapat ditemukan spesies indikator sebagai berikut:

A. Indikator untuk perairan yang berkualitas baik

1. Kelas Serangga

Stonefly Nymphs (Order Plecoptera)

Common Stonefly Nymph (Family Perlidae)

Roach-like Stonefly Nymph (Family Peltoperlidae)

Slender Winter Stonefly Nymph (Family Capniidae)

Mayfly Nymphs (Order Ephemeroptera)

Brush-Legged Mayfly Nymph (Family Oligoneuridae)

Flatheaded Mayfly Nymph (Family Heptageniidae)

Burrowing Mayfly Nymph (Family Ephemeridae)

Caddisfly Larvae (Order Trichoptera)

Net-Spinning Caddis Larva (Family Hydropsychidae)

Fingernet Caddis Larva (Family Philopotamidae)

Case-Making Caddis Larva (various families)

Free-living Caddis Larva (Family Ryacophilidae)

Dobsonfly (Order Megaloptera, Family Corydalidae)

Water Penny (Order Coleoptera, Family Psephenidae)

Riffle Beetle (Order Coleoptera, Family Elmidae)

 

2. Kelas lain

Gilled Snail (Order Gastropoda, Family Viviparidae)

B. Indikator untuk perairan berkualitas sedang (moderat)

1. Kelas Seranga

Dragonfly Nymph (Order Odonata, Suborder Anisoptera)

Damselfly Nymph (Order Odonata, Suborder Zygoptera)

Watersnipe Fly Larva (Order Diptera, Family Athericidae)

Alderfly Larvae (Order Megaloptera, Family Sialidae)

Cranefly Larvae (Order Diptera, Family Tipulidae)

Beetle Larvae (Order Coleoptera)

Whirligig Beetle Larva (Family Gyrinidae)

Predaceous Diving Beetle Larva (Family Dytiscidae)

Crawling Water Beetle Larva (Family Haliplidae)

2. Kelas lain

Scuds (Order Amphipoda, Family Gammaridae)

Sowbugs (Order Isopoda, Family Asellidae)

Crayfish (Order Decapoda, Family Cambaridae)

C. Indikator untuk perairan berkualitas buruk

1. Kelas Serangga

Midge Larva (Order Diptera, Family Chironomidae)

Blackfly Larva (Order Diptera, Family Simulidae)

2.Kelas lain

Pouch Snail (Order Gastropoda, Family Physidae)

Planorbid Snail (Order Gastropoda, Family Planorbidae)

Leech (Class Hirudinea)

Aquatic Worm (Class Oligochaeta)

 

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil

5.1.1 Metode Kick pukul 13.30

Ordo

Jumlah

Keragaman

Kepadatan

Diptera

3

0,4852

1,875

Plecoptera

1

0,2986

0,625

Gastropoda

2

0,3625

1,25

TOTAL

6

1,422

3,75

 

 

Grafik. Indeks keragaman dan kepadatan dengan metode kick

5.1.2 Metode Surber pukul

NO

Ordo

Jumlah

Keragaman

Kepadatan

1

Diptera

1

0,365

0,625

2

Ephemeroptera

1

0,365

0,625

3

Tricoptera

1

0,365

0,625

TOTAL

3

1,095

1,875

 

 

 

Grafik. Indeks keragaman dan kepadatan dengan metode surber

 

 

5.2. Pembahasan

5.2.1 Keragaman

Dari hasil pengamatan di daerah Mrican dilakukan dengan menggunakan dua metode pengambilan sampel, yaitu yang pertama dengan metode kick didapatkan indeks keragaman sebesar 1,422. dan organisme benthik yang diperoleh hanya sebanyak 10 individu dengan jenis masing-masing berupa 3 indidu Diptera, 1 individu, 1 individu Plecoptera, 2 individu Gastropoda. Sedangkan pada pengambilan sampel dengan metode surber diperoleh hanya tiga spesies, yaitu Diptera, Ephemeroptera dan Tricoptera. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies yang relatif merata. Dengan kata lain bahwa apabila suatu komunitas hanya terdiri dari sedikit spesies dengan jumlah individu yang tidak merata, maka komunitas tersebut mempunyai keanekaragaman yang rendah. Keanekaragaman flora dan fauna ekosistem sungai tinggi menandakan kualitas air sungai tersebut baik/belum tercemar. Tetapi sebaliknya bila keanekaragamannya kecil, sungai tersebut tercemar.

Kisaran dari nilai indeks menurut Kerbs (1985) dengan rumus H’ =

Nilai H’

Keanekaragaman

0

Keanekaragaman rendah

2,302

Keanekaragaman sedang

H’>6,907

Keanekaragaman tinggi

 

Berdasarkan perbandingan data hasil pengamatan dan referensi yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa sungai mrican memiliki tingkat keragaman yang rendah dimana H’ (sungai Mrican) <2,302 sehingga sungai Serayu di daerah Mrican dapat di kategorikan tercemar .

5.2.2 Kepadatan

Suatu perairan yang belum tercemar akan menunjukan jumlah individu yang seimbang dari semua spesies yang ada. Sebalinyanya suatu perairan yang tercemar akan mengakibatkan penyebaran jumalah individu tidak merata dan cenderung ada spesies yang bersifat dominan (Barus,2002).

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dari tim peneliti mahasiswa muda JPK’09 Unsoed diperoleh nilai kepadatan dengan metode kick sebesar 3,75 dan dengan metode surber diperoleh 1,875. Nilai kepadatan dari kedua pangambilan sampel, kick dan surber memiliki rasio 1:2 dimana pengambilan sampel dengan metode kick lebih besar dibanding dengan metode surber. Hal ini disebabkan jumlah individu yang didapat menggunakan metode surber lebih sedikit yang menyebaban nilai kepadatan lebih kecil. Selain itu, Tipe substrat dasar menentukan kelimpahan dan komposisi hewan yang hidup di dalamnya. Welch (1952) menyatakan bahwa keberadaan material substrat dengan adanya arus akan mempengaruhi tingkat kekeruhan perairan karena dapat tersuspensi didalam air.

Menurut Kerbs (1978) dalam Barus (2002) Kelimpahan merupakan salah satu petunjuk kepadatan relatif dari suatu organisme diauatu tempat tertentu selanjutnya dinyatakan dengan kelimpahan relatif adalah perubahan kelompok individu tiap jenis dalam suatu komunitas.

Suatu perairan yang belum tercemar akan menunjukan jumlah individu yang seimbang dari semua spesies yang ada. Sebaliknya suatu perairan yang tercemar akan mengakibatkan penyebaran jumalh individu tidak merata dan cenderung ada spesies yang bersifat dominan (Barus,2002)

Pada pengambilan sampel baik dengan metode Kick maupun Surber diperoleh hewan benthik yang sangat sedikit jumlahnya. Hal in mungkin disebabkan daerah pengambilan sampel di daerah Mrican termasuk daerah hilir dari sungai Serayu dimana disebutkan salah satu ciri dari daerah hilir sungai memiiki vegetasi akuatik yang sedikit jumlahnya dibanding di hulu sungai. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Odum (1993) menyatakan bahwa dasar air tenang yang lunak dan terus menerus berubah umumnya membatasi organisme bentik yang lebih kecil sampai bentuk penggali, tetapi bila kedalaman lebih besar lagi, dimana gerakan air lebih lambat, lebih sesuai untuk nekton, neuston dan pankton.

Sebagai bioindikator, biota makroinvertebrata dapat memenuhi tujuan pemantauan kualitas air yang hakiki, yaitu :Dapat memberikan petunjuk telah terjadi penurunan kualitas air, Dapat mengukur efektivitas tindakan penanggulangan pencemaran, dapat menunjukkan kecenderungan untuk memprediksi perubahan-perubahan yang mungkin terjadi pada waktu yang akan datang. Sehingga pemantauan kualitas air sungai dapat dilakukan dengan melakukan pemantauan pada satwa-satwa yang ada disungai (anonim, 2009).

 

 

 

V. KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Selama pengamatan telah berhasil terkumpul sebanyak 10 individu biota benthik yang terdiri dari 4 individu Diptera, 1 individu Ephemeroptera ,1 individu Plecoptera, 3 Gastropoda, 1 individu Tricoptera. Dengan indeks keragaman sebesar rata-rata dari dua metode sampling yang digunakan 1,267 dan kepadatan rata-rata sebesar 2,812 yang menandakan pada daerah sungai Merican dikategorikan relatif tercemar. Dengan dominasi diptera pada perairan sungai merican menandakan bahwa perairan tersebut berkualitas buruk terlebih dengan ditemukannya sejumlah hewan Gastropoda di perairan tersebut

5.2. Saran

Sebagai organisme yang hidupnya cenderung menetap di dasar perairan, maka pemanfaatan makrozoobentos untuk mengetahui kualitas perairan, akan dapat memberikan gambaran kondisi perairan yang lebih tepat. Namun dalam hal ini terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya proses pengambilan makrozoobentos dan pengidentifikasian.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Http://www.Menlh.Go.Id/I/Kajian/Pdf_1150447005. Diakses tanggal 21 Novmber 2009.

APHA. 1992. Standart Methods for the Examination of Water and Waste Water. 18th edition. Washington.

Barus, T. A.2002. Pengantar Limnologi.Medan : Universitas Sumatera Utara.

Odum EP. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Yogayakarta. Gajah Mada

University press

Pradinda Adinda.2008. Kajian Kualitas Perairan Menggunakan Bioindikator

Makrozoobentos di Estuari Sungai Cisadane dan Sungai Cidurian Propinsi Banten. Jakarta: Trisakti University.

Rosenberg, D. M. and V. H. Resh. 1993. Freshwater Biomonitoring and

Benthic Macroinvertebrates. New York. London. Chapman and Hall.

Triatmodjo, Bambang.2009. Hidrologi Terapan.Yogyakarta: Gajah Mada

University press

Welch, C. 1980. Limnology. New York: McGraw-Hill Book Company Inc

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

—————

Back